17 Malam di Warung Prapatan (Kultivasi 4 Elemen Purba)

(5 customer reviews)

Rp117.400,00

JUDUL : 17 Malam di Warung Prapatan (Kultivasi 4 Elemen Purba)

PENULIS : Nur Ich Wan

NO BUKU : ISBN

TAHUN TERBIT : 2025

Category:

Description

spiritual, algoritma ilahi, hingga akhir zaman — tapi semua dikembalikan pada satu kerangka kuno: Kultivasi Empat Elemen Purba. Api (nafsu), Angin (pikiran), Air (jiwa), dan Tanah (raga) bukan sekadar simbol, tapi cermin dari tubuh dan peradaban yang sedang ambruk. Ditulis dalam gaya dialog dramatik dengan nuansa warung kopi, naskah ini menggabungkan satire, filsafat timur-barat, mistisisme nusantara, dan kritik sosial dalam satu sajian. 17 Malam di Warung Prapatan bukanlah jawaban, tapi cermin. Bukan tuntunan, tapi kompas. Ia ditulis bukan untuk menyenangkan pasar, tapi mengguncang jiwa yang telah lama tidur. Buku ini cocok bagi mereka yang merindukan kedalaman, muak pada spiritualitas instan, dan mencurigai setiap “kebenaran” yang ditawarkan zaman.

5 reviews for 17 Malam di Warung Prapatan (Kultivasi 4 Elemen Purba)

  1. Vava Aniya

    Luar biasa saya pernah ngebaca satu halaman share nya aja di LinkedIn penulis, kayaknya buku wajib deh.

    Bagi pribadi penikmat wawasan luas, inner dan outern journey….

    Andai ini dalam bahasa Inggris ini lebih dari Kahlil Gibran..

  2. Vava Aniya

    Luar biasa saya pernah ngebaca satu halaman share nya aja di LinkedIn penulis, kayaknya buku wajib deh.

    Bagi pribadi penikmat wawasan luas, inner dan outern journey….

  3. Vava Ania

    Buku ini unik: campuran filsafat, mistik Jawa, kritik sosial, humor warung kopi, dan kultivasi spiritual. Gagasannya tidak linear, lebih seperti percakapan panjang yang berkembang dari malam ke malam, dengan tokoh-tokoh eksentrik (Prof. Teokrit, Dr. Rasiono, Om Bram Xiao Fu, Ki Komat, dan Mbah Mar).

    Setiap malam adalah eksperimen wacana: mulai dari unsur purba (api, tanah, air, angin), mitos vs logos, sampai ritual, cinta, dan napas eksistensi. Formatnya semi-novel, semi-esei, semi-catatan lapangan—membuatnya cair tapi tetap sangat berbobot.

  4. Vava Ania

    Karakter yang hidup: Tokoh-tokoh tidak sekadar simbol, tapi karikatur yang terasa nyata. Misalnya Prof. Teokrit (filsafat pahit), Dr. Rasiono (data kaku), Ki Komat (mistik flamboyan), Om Bram (spiritualis “sok jauh”), dan Mbah Mar (diam tapi dalam).

    Humor + kedalaman: Ada kritik keras pada budaya seminar, kultus guru, cocokologi spiritual, bahkan sains kering—tapi dibalut humor warung kopi, jadi tidak menggurui.

    Struktur 17 malam: seperti perjalanan kultivasi batin, makin lama makin redup, akhirnya menuju “sujud” dan “eling”. Mirip wayang atau kitab mistik, tapi modern.

    Bahasa hybrid: menggabungkan istilah Arab-Islam (muthmainnah, iqra), Jawa (eling, heneng, henung), Barat (logos, entropi), hingga meme medsos. Membuat teks terasa “akulturatif”.

  5. Kang Nur Official

    Saya akan sebut buku ini “filsafat warung kopi dengan rasa mistik Jawa-modern”.
    Kalau Nietzsche ngopi di Warkop Klotok dan Ronggowarsito ketemu stand-up comic, hasilnya kira-kira begini.

Add a review

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *